Jangan Menimbun Kaleng Bekas di dalam Tanah
Forumhijau.com - Iklan layanan masyarakat 3M (Mengubur, Menutup dan Menguras) untuk pencegahan demam berdarah salah satunya menganjurkan menimbun kaleng dan plastik bekas di dalam tanah. Tapi ternyata anjuran ini bisa menimbulkan efek jangka panjang bagi kesehatan.
Anjuran seperti itu tidak dipikirkan secara komprehensif dampaknya. Untuk sementara waktu kaleng atau plastik ini memang bisa mencegah genangan air, tapi bisa menimbulkan masalah baru lagi.
Kaleng-kaleng dan plastik yang ditimbun dalam tanah ini akan sulit sekali terurai, sehingga memicu terjadinya korosif atau karat. Kaleng yang korosif ini akan mengandung beberapa logam berat yang nantinya bisa terbawa ke dalam air tanah.
Senyawa logam berat seperti magnesium atau kalium dari kaleng yang berkarat tersebut akan turun ke tanah, tergerus oleh air dan mencemari air tanah. Padahal air tanah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah air tanah permukaan dan bukan air tanah dalam.
Seperti diketahui bahwa logam-logam berat seperti magnesium atau kalium yang berasal dari kaleng berkarat tersebut umumnya tidak bisa dicerna oleh tubuh dan akan tertimbun, seperti halnya kalium yang bisa mengendap di tulang.
Ketika kaleng-kaleng tersebut ditimbun di dalam tanah, maka ia akan bersentuhan dengan kandungan asam yang terdapat di tanah. Asam-asam tersebut akan bereaksi dengan kaleng dan menimbulkan karat.
Untuk kaleng yang terbuat dari aluminium mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkarat. Tapi jika kaleng yang biasa, maka waktunya sangat cepat bahkan dalam waktu satu hari kaleng tersebut sudah berkarat.
Lalu bagaimana cara mengatasi masalah sampah kaleng dan plastik bekas?
Cara yang bijak adalah dengan mengumpulkan ke satu tempat lalu diolah. Sekedar saudara tahu, pemulung sampah biasanya sangat senang jika diberikan kaleng-kaleng bekas karena bisa dijual lagi.
Bisa juga dengan cara memanfaatkan kaleng bekas tersebut dikreasikan menjadi sesuatu yang baru semisal menjadi tempat lampu, tergantung kreatifitas saudara. Kalau dalam istilah 3R nya "Reuse".
Kalau di negara-negara lain biasanya kaleng-kaleng tersebut dikumpulkan lalu diolah atau didaur ulang kembali, sehingga tidak menimbulkan masalah baru lagi. Untuk itu harus ada kajian lagi apakah tindakan tersebut efektif atau tidak.
Kaleng-kaleng dan plastik yang ditimbun dalam tanah ini akan sulit sekali terurai, sehingga memicu terjadinya korosif atau karat. Kaleng yang korosif ini akan mengandung beberapa logam berat yang nantinya bisa terbawa ke dalam air tanah.
Senyawa logam berat seperti magnesium atau kalium dari kaleng yang berkarat tersebut akan turun ke tanah, tergerus oleh air dan mencemari air tanah. Padahal air tanah yang paling banyak digunakan oleh masyarakat adalah air tanah permukaan dan bukan air tanah dalam.
Seperti diketahui bahwa logam-logam berat seperti magnesium atau kalium yang berasal dari kaleng berkarat tersebut umumnya tidak bisa dicerna oleh tubuh dan akan tertimbun, seperti halnya kalium yang bisa mengendap di tulang.
Ketika kaleng-kaleng tersebut ditimbun di dalam tanah, maka ia akan bersentuhan dengan kandungan asam yang terdapat di tanah. Asam-asam tersebut akan bereaksi dengan kaleng dan menimbulkan karat.
Untuk kaleng yang terbuat dari aluminium mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkarat. Tapi jika kaleng yang biasa, maka waktunya sangat cepat bahkan dalam waktu satu hari kaleng tersebut sudah berkarat.
Lalu bagaimana cara mengatasi masalah sampah kaleng dan plastik bekas?
Cara yang bijak adalah dengan mengumpulkan ke satu tempat lalu diolah. Sekedar saudara tahu, pemulung sampah biasanya sangat senang jika diberikan kaleng-kaleng bekas karena bisa dijual lagi.
Bisa juga dengan cara memanfaatkan kaleng bekas tersebut dikreasikan menjadi sesuatu yang baru semisal menjadi tempat lampu, tergantung kreatifitas saudara. Kalau dalam istilah 3R nya "Reuse".
Kalau di negara-negara lain biasanya kaleng-kaleng tersebut dikumpulkan lalu diolah atau didaur ulang kembali, sehingga tidak menimbulkan masalah baru lagi. Untuk itu harus ada kajian lagi apakah tindakan tersebut efektif atau tidak.